![]() |
Oleh: Eka Khumaidatul Khasanah | Mahasiswi Fakultas Ekonomi & Bisnis Islam UIN Walisongo |
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG- Setiap negara pasti ingin menyandang predikat sebagai negara yang makmur dan sejahtera. Segala upaya dilakukan oleh masing-masing negara guna mewujudkan harapan dan cita-cita tersebut. Sebut saja Korea Selatan, negara ini berupaya menghidupkan dan mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan dengan mengkonstruksi desa menjadi pusat pembangunan ekonomi.
Gerakan itu disebut dengan gerakan Saemaul Undong. Dengan gerakan pembangunan desa, rakyat Korea Selatan telah membuktikan kepada dunia bahwasannya mereka telah mampu mengubah negara yang tertinggal menjadi negara adidaya. Bahkan, gerakan ini menjadi pedoman bagi negara-negara berkembang lainnya.
Indonesia juga harus menggalakkan pembangunan ekonomi dari desa untuk mewujudkan cita-cita bangsa yang tertera dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahkan, gerakan ini lebih berpotensi akan berhasil diterapkan di Indonesia, karena Indonesia mempunyai ribuan desa potensial. Berdasarkan hasil survei Podes (Potensi Desa) bulan April 2014, Indonesia memiliki wilayah administrasi pemerintahan setingkat desa sejumlah 82.190 yang terdiri atas 73.709 desa, 8.412 kelurahan, dan 69 UPT. Semua itu memiliki potensial masing-masing, baik potensial desa yang sudah tergali maupun yang belum tergali.
Indonesia berharap dengan adanya desa-desa potensial tersebut, rakyat mampu mengelola kekayaan desa yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat, meningkatkan pendapatan, meningkatkan kualitas hidup manusia, penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan dan semua tujuan negara yang tertera dalam Undang-undang Republik Indonesia Tahun 2014 tentang Desa.
Harapan tersebut dapat terwujud dengan merealisasikan Undang-undang Desa Bab IX tentang Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Pedesaan Pasal 78 yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Dalam perencanaan pembangunan Desa harus jelas capaiannya. Sepetri halya yang telah tertera dalam pasal 79 Undang-undang Desa, bahwa jangka menengah Desa (bekisar enam tahun) rencana pembangunan tahunan Desa (satu tahun) dengan berpedoman pada peraturan Desa. Selain mempermudah mendekteksi capaian yang telah dilakukan, pecencanaan pembangunan Desa juga sebagai tolak ukur dalam penyusunan anggaran pendapatan dan pendapatan Desa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Agar perencanaan pembangunan desa terlaksana, pemerintah desa diharapkan mampu merangkul semua lapisan masyarakat. Baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan nantinya. Ketika penyusunan perencanaan, pemerintah Desa wajib menyelenggarakan musyawarah pembangunan desa yang melibatkan seluruh masyarakat desa. Dalam penyusunan ini harus menetapkan prioritas yang akan dicapai, program-program yang akan dicanangkan, kegiatan-kegiatan yang akan di laksanakan, dan kebutuhan pembangunan desa lainnya.
Kebutuhan aspek-aspek perencanaan tersebut harus dirumuskan berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat desa setempat. Penilaian meliputi peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan kepada masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan yang mendasar, pembangunan dan pemeliharaan infrastuktur dan lingkungan berdasarkan kemampuan teknis dan sumber daya lokal yang telah tersedia.
Selain itu, penilaian yang tidak kalah penting adalah penilaian yang bersangkutan dengan perekonomian desa. Seperti pembangunan ekonomi pertanian berskala produktif serta pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna yang berfungsi sebagai penunjang kegiatan ekonomi suatu desa tersebut. Standar penilaian tersebut berdasarkan Undang-undang Desa pasal 80.
Sedangkan dalam melaksanakan perencanaan tersebut harus sesuai dengan rancangan yang telah disepakati oleh selurut masyarakat desa yang bersangkutan. Agar pelaksanaan ini tidak melenceng dari rencana, masayarakat desa berhak memantau dan melaporkan berbagai keluhan kepada Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa terkait pelaksanaan Pembangunan Desa. Pemerintah Desa sendiri juga harus trasparan dalam penginformasian perencanaan dan pelaksanaan rencana Pembangunan jangka menengah Desa, rencana kerja Pemerintah Desa, serta anggaran pendapatan dan belanja Desa kepada masyarakat melalui layanan informasi kepada halayak ramai dan melaporkan ketika dalam musyawarah Desa paling sedikit satu tahun sekali. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Desa paragraf tiga tentang Pemantauan dan Pengawasan Pembangunan Desa pasal 82.
Sesuai dengan Undang-undang Desa Pasal 78, untuk menyukseskan pembangunan desa tersebut, Pemerintah Desa harus melibatkan seluruh masyarakat desa tanpa terkecuali dengan semangat gotong royong. Seperti halnya Seumaul Undong yang di lakukan oleh Korea Selatan, konsep berat sama dipikul ringan sama dijinjing mereka terapkan. Sebab, konsep ini sangat ampuh untuk melakukan perubahan balam lingkup makro. Oleh karena itu, kegiatan ini tidak luput dari mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyoan untuk mewujudkan perdamaian dan keadilan sosial.
Hal yang terpenting dalam Pembangunan Desa adalah bina karakter seluruh masyarakat Desa, baik pemerintahan maupun rakyat biasa. Masyarakat harus mempunyai karakter dan akhlak yang bagus. Dimana karakter bagus akan menumbuhkan saya empati, kepribadian yang luhur dan ketaatan yang sebagai modal utama terbentuknya pilar persaudaraan. Pilar ini akan menumbuhkan kebersamaan dan kekeluargaan yang akan membentuk kegotongroyongan. Sedangkan tolak ukur masyarakat mempunyai karakter bagus adalah masjid di desa tersebut penuh masyarakat beribadah dan anak-anak belajar Alquran beserta mengerti maknanya. Sudahkah desa kita seperti itu? Wallahu a’lamu bi ashshowaab. (*)
Sumber: Tribun Jateng
0 Komentar