Bahaya Laten Bonus Demografi di Era 4.0


Beberapa tahun terakhir ini, masyarakat Indonesia ramai membincangkan tentang visi Indonesia Emas yang diperkirakan akan terjadi pada tahun 2045. Indonesia Emas sendiri adalah sebuah bentuk harapan bahwa Indonesia akan menjadi negara adidaya yang mampu bersaing dengan negara maju. Sebelum mencapai tahun gemilang tersebut, bangsa ini dihadapakan dengan bonus demografi yang harus dikelola dengan baik jika ingin mewujudkan visi Indonesia Emas.
Bonus demografi juga pernah dialami China. Sebelum kita kenal sebagai negara adidaya yang mampu bersaing pasar dengan Amerika yang setelah sekian lama merajai pasar dunia. China yang sekarang adalah bentuk dari pengejawentahan keberhasilan dalam mengelola bonus demografi. Hal inilah yang memberikan secercah harapan bagi Indonesia untuk menjadi negara maju. Namun, perlu kita garis bawahi bahwa era bonus demografi Indonesia bertepatan dengan revolusi industri besar-besaran 4.0 yang mengakibatkan disruptif di bidang perekonomian. Bahkan, salah satu bentuk yang mengkhawatirkan adalah penggunaan mesin yang menggeser peran manusia.
Bonus demografi adalah jumlah usia produktif lebih besar daripada usia non-produktif. Tentu, hal ini harus berjalan lurus dengan jumlah lapangan pekerjaan. Jika tidak bisa terpenuhi, maka rakyat yang seharusnya berkontribusi bagi negara malah akan menjadi beban negara akibat ledakan pengangguran. Hal inilah yang kemudian kita sebut dengan bencana demografi.
Manusia yang cenderung menyukai hal yang cepat, efesien, efektik, bahkan hemat, membuat kemajuan robot atau internet semakin menjadi-jadi. Dengan menggunakan sistem mesin atau robot, perusahaan bisa menghasilkan barang lebih banyak dengan tingkat human eror nol persen. Sedangkan jika perusahaan memaksakan dengan tenaga tradisional demi menjamin eksistensi manusia. maka pada akhirnya akan kalah saing dengan perusahaan lain yang menggunakan mesin.
Hardskill semisal menjahit dan memasak, sekarang sudah bisa dikerjakan dengan mesin. Tidak semua hardskill yang masyarakat miliki atau pelajari hari ini bisa menjamin kehidupannya besok, mungkin hanya beberapa saja.. Melihat fenomena yang demikian, pemerintah perlu mempersiapkan tenaga yang bisa berperan dan tidak tergeser oleh kecanggihan teknologi. Pemerintah harus memulai dari sekarang untuk menyiapkan tenaga-tenaga yang dikemudian hari dibutuhkan, seperti teknisi teknologi dan IT (Information Technology).
Melihat pemuda hari ini adalah melihat peradaban sepuluh sampai lima belas tahun mendatang. Ini adalah rumus untuk menilai sebuah masa depan negara dari sekarang. Pendidikan yang revolusioner nampaknya perlu dijalankan pemerintah. Sebab, tantangan yang dihadapi sudah berbeda. Saatnya masyarakat mulai melakukan terobosan baru untuk mencari eksistensi yang diambil alih oleh teknologi dan tentunya untuk menunjang peradaban mendatang.
Manusia atau Robot?
“Bagai ikan dalam pusaran air yang harus mengikuti alirannya karena berat untuk melawan arus yang deras,” semacam itulah negara-negara di dunia ini. Untuk itu, Indonesia harus selalu mengikuti perkembangan teknologi agar tidak menjadi negara yang tertinggal. Namun, Indonesia juga perlu mempertimbangkan peran sumber daya manusia yang ada. Sebab, pada mulanya mesin atau teknologi ditemukan untuk mempermudah pekerjaan manusia. Oleh karena itu, jangan sampai penemuan atau pengembangan teknologi menjadi alasan untuk menghilangkan eksistensi manusia.
Demi melanggengkan eksistensi manusia dan agar juga tidak kehilangan daya saing dengan perusahaan yang memakai teknologi. Ada terobosan lain selain dengan menyiapkan sumber daya manusia yang sesuai zaman mendatang, pemerintah bisa membuat peraturan dibolehkan sebuah industri untuk memakai teknologi. Namun, dengan catatan harus menyerap tenaga kerja minimum yang ditetapkan pemerintah. Hal ini, penulis pikir bisa meminimalisir dampak dari era Revolusi Industri 4.0.
Pada akhirnya perlu kita sadari bersama bahwa bonus demografi jangan hanya menjadi euforia publik. Jika kita pandang secara komprehensif, fenomena ini terjadi bertepaan dengan revolusi industri 4.0 yang menyebabkan era disruptif. Oleh karena itu, kita harus waspada dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk mendukung visi Indoensia Emas. Wallahu a’lam bi al-shawab.
Oleh: Moch Rosyad AR, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Febi Walisongo Semarang dan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Walisongo Semarang

Sumber: baladena.id

Posting Komentar

0 Komentar